Prinsip paling sederhana neraca keuangan adalah seperti ini: Berapapun penghasilanmu, kamu enggak boleh punya pengeluaran lebih dari itu. Jadi katakanlah gaji 6 juta sebulan, pengeluaranmu enggak boleh lebih besar.
Bahkan, kalau memungkinkan kamu mesti mengurangi pengeluaran per bulan semaksimal mungkin. Jangan dihabisin banget. Paling engggak ada sisa buat ditabung. Itung-itung buat biaya nikah gitu kan. Hehehehehe.
Intinya, kamu bakal ngerasain betapa enggak enaknya kalau keuangan minus. Hidupmu sengsara, mesti ngutang ke mana-mana, ga bisa ngapa-ngapain, bahkan untuk sekadar makan–kecuali punya banyak stok mie instan di kosan.
Salah satu game sepak bola populer di dunia, Football Manager, mengajakmu untuk menghindari kesengsaraan akibat keuangan minus tersebut. Caranya tentu dengan menyeimbangkan neraca keuangan pada tiap periode.
Kamu akan berperan sebagai manajer sebuah klub sepak bola. Karena kamu manajer, segala hal terkait aspek manajerial bakal jadi tanggung jawabmu: Mengatur menu latihan, memilih staf, merancang taktik.
Juga satu lagi: Mengatur keuangan.
Aspek tersebut jadi penting mengingat kamu juga punya tugas mengatur gaji pemain, mendatangkan nama-nama baru, hingga menjualnya. Sekilas gampang banget karena, toh, ini game dan harusnya memang ga sesulit itu.
Namun, sebagaimana dunia nyata, Football Manager adalah game yang kompleks abis. Akan banyak sekali momen-momen yang memaksamu berpikir keras. Singkat kata, game ini ga cuma soal menang-kalah.
Anggaplah kamu bermain sebagai manajer RB Leipzig di Bundesliga Jerman. Pada awal musim, para petinggi bakal membekalimu dengan 40 juta euro untuk semua urusan pemain seperti membeli, scouting, dan menggajinya.
Football Manager sudah menampilkan pengalokasian dana tersebut untuk memudahkan. Tapi, pada praktiknya enggak semudah itu. Pengalokasian ini justru bikin kamu mesti lebih cermat menentukan langkah.
Kuncinya satu: Kamu mesti memerhatikan kebutuhan tim alias jangan asal beli sesuai nafsu. Misal, nih, kamu butuh seorang gelandang serang dan bek sayap kiri. Yang kamu beli, ya, dua pemain sesuai posisi tersebut.
Tentu, kamu mesti mencari pemain yang harganya pas di budget. Tak cuma itu. Kamu juga mesti memerhatikan berapa gaji yang dialokasikan oleh petinggi klub. Jika sekitar 2 juta per pekan, berarti enggak boleh kelewat.
Kalaupun pemain yang kamu incar punya biaya transfer tinggi, kamu bisa mengakalinya dengan menjual pemain lain terlebih dahulu. Intinya biar enggak ngerusak budget awal yang dipatok tadi. Sekreatif kita aja.
Tapi 40 juta euro termasuk banyak, ya, untuk ukuran Football Manager. Bakal jadi rumit kalau kamu menjadi manajer klub semenjana. Getafe, misalnya. Atau Manchester United (yang ini posisi di klasemen aja yang semenjana)?
Untuk klub-klub non-privilege seperti Getafe, budget transfer sangat minim. Belum lagi jika bicara soal pemasukan dari sponsor dan hak siar televisi yang tentunya juga minim. Di kondisi ini kita mesti bener-bener putar otak.
Untungnya, Football Manager bekerja bak sepak bola betulan. Di sini kamu enggak cuma bisa membeli pemain, tetapi juga bisa meminjamnya. Ini jadi pilihan paling murah meski enggak semua klub rela meminjamkan pemain.
Hal-hal demikian penting kamu lakukan karena, ya, itu tadi: Kamu mesti terus menjaga neraca keuangan. Jika keuanganmu tak dikelola dengan baik, nasibmu sebagai seorang manajer klub bakal sengsara.
Kamu bisa enggak dibolehin tampil di Liga Champions dan Liga Europa karena regulasi financial fair play (FFP). Yang paling umum sekaligus paling berat, kamu sangat mungkin dipecat.
Kayaknya lebay banget memang menyamakan game seperti Football Manager dengan dunia nyata. Tapi, dari sana kita bisa sedikit belajar sekaligus kian meyakinkan diri bahwa manajemen keuangan yang buruk itu betulan enggak enak. Serius.