Serupa bintang (meteor, sih) yang jatuh dari angkasa, tak ada yang mengira kedatangan Stardew Valley. Pada 2016 game ini seolah muncul begitu saja. Tak ada gembar-gembor promosi. Tiba-tiba saja ia lahir. Tiba-tiba saja jumlah unduhannya berjuta-juta.
Dua minggu pertama, tanda-tanda kesuksesan sudah terendus. Stardew Valley laku sebanyak 500.000 copy.
Setahun berselang keuntungannya bahkan mencapai 30 juta US dolar. Tahun lalu, game ini sudah tersebar lebih dari 10 juta di berbagai platform.
Semuanya adalah angka spesial. Tapi itu belum seberapa sampai kamu melihat fakta ini: Yang mengembangkannya hanya seorang diri. Eric Barone. Itu namanya.
Pada 2011, Barone lulus dari University of Washington dengan gelar ilmu komputer. Dia melamar di beberapa perusahaan tetapi tak satu pun yang jebol. Di sisi lain, Barone juga bukan sosok yang suka kerja kantoran. Dia lantas coba membuat game.
Idenya berasal dari sesuatu yang amat personal: Karena dia penggemar berat Harvest Moon. Kesederhanaan yang Barone sukai dari sana dan inilah yang ia coba bawa ke game bikinannya.
Jika kamu mencoba Stardew Valley, aroma Harvest Moon amat kentara. Dengan grafis pixelated, mekanismenya sama sekali tak rumit.
Tugasmu mengembangkan lahan pertanian, menanam sesuatu, menyiramnya serta mengolah semua tanaman pada tiap hari dan musimnya.
Kamu berperan sebagai seseorang yang baru saja meninggalkan pekerjaan untuk mengambil alih lahan milik sang kakek.
Premis ini sejalan dengan visi Barone untuk menyajikan cerita soal dampak perusahaan besar terhadap lingkungan, juga tentang kesejahteraan masyarakat.
“Sebelumnya saya cuma ingin bikin game dan merilisnya di Xbox Live Indie Games atau layanan sejenisnya secara gratis,” kenang Barone.
“Tapi ketika saya mulai menggarapnya dan skill saya meningkat, saya mulai meraba berbagai kemungkinan.”
“Pada titik tertentu saya menyadari itu, bahwa saya bisa saja menjadi pengembang game indie betulan. Alhasil saya melakukannya, mengulangi banyak hal, lalu membuatnya lebih baik.”
Barone paham betul bukan hal mudah menggarap game seorang diri. Selama 4,5 tahun pengembangan, sederet ragu menumpuk di benaknya.
Apalagi ia mesti bekerja ekstra keras. Barone mesti berhadapan dengan layar komputer selama 10–12 jam sehari dalam seminggu.
Kian sulit lagi proses itu sebab ia orang yang perfeksionis. Bahasa pemrograman, aspek grafis, hingga audio dia garap berulang kali.
Desain karakter dalam game bahkan mesti melewati 10 kali desain ulang. Banyak perkara teknis lain, dan Barone berulang kali memperbaikinya.
Suatu hari dia merasa bak seorang pecundang. Kali lain dia seperti ingin menyerah. Untungnya, Barone mendapat banyak dukungan emosional dari teman, keluarga, hingga kekasihnya yang bernama Amber. Selama pengembangan, Barone tinggal bersama kekasihnya itu.
Dorongan eksternal menambah tekad dan komitmen Barone yang sebetulnya sudah kuat sejak awal. Tiap kali terpikir menyerah, dia selalu meyakinkan diri bahwa kerja kerasnya bakal sepadan. Bahkan meski game tersebut berujung kegagalan, dia berkomitmen untuk menuntaskannya.
Ada hal lain yang juga menjadi motivasi Barone selama mengembangkan Stardew Valley. Dia merasa seperti ada yang hilang dari seri terbaru Harvest Moon, game kesayangannya, dan ingin menghilangkan itu.
“Mereka kehilangan sesuatu yang membuat beberapa judul pertama menjadi spesial,” tuturnya. “Alurnya sederhana, tetapi seperti ada yang membuat kamu ketagihan: Kamu bangun setiap pagi, memeriksa lahan pertanian, dan kamu bahagia dengan keindahan sederhana yang tersaji di sana.”
Empat tahun setelah Stardew Valley rilis, Eric Barone bisa menikmati hasil jerih payahnya. Tapi kerja kerasnya belum usai.
Karena bekerja seorang diri, dia mesti terus-menerus mengecek berbagai feedback, lalu memperbaiki sejumlah bug, kemudian merilis rentetan update.
Butuh komitmen besar untuk melakukan semuanya seorang diri.