Pada 2013, fotografer asal Amerika Serikat, Nick Hagen, membuat foto esai tentang video game di Afrika yang dimuat Polygon. Beberapa negara dia kunjungi, termasuk Nigeria.
Dia berencana mengangkat cerita perihal satu atau dua tim esports di negara beribukota Abuja tersebut. Namun, rencana berubah di tengah jalan karena tak ada tim esports di Nigeria.
“Ketika saya mengajukan ide kepada kenalan di Nigeria untuk mengikuti tim semi-pro, dia menjelaskan bahwa tim tersebut sebenarnya tidak ada di Nigeria,” ujar Hagen.
Penyebabnya satu: Internet yang buruk.
“Internet di sini sangat tidak bisa kamu andalkan, jadi game online tidak marak. Game FPS (firt-person shooter) biasanya jadi tempat tim-tim seperti yang saya cari. Itu artinya saya mendatangi tempat yang salah,” tutur Hagen lagi.
Saat Hagen berkunjung ke Nigeria, internet memang masih jadi barang langka. Jumlahnya bahkan tak mencapai 40 juta orang. Itu artinya kurang dari 25 persen total populasi penduduk negeri tersebut.
Perkara itu yang akhirnya bikin game offline merajarela. Para penduduk Nigeria lebih banyak memainkan game-game genre fighting atau sepak bola seperti Pro Evolution Soccer dan FIFA yang tak butuh akses internet.
Foto-foto Hagen merangkum kisah itu.
Mundur jauh ke belakang, perkembangan video game di Nigeria memang terbilang lambat. Saat game arkade dan konsol lawas semisal NES populer di negara lain, cuma segelintir saja yang bisa menikmatinya di Nigeria.
Akan ada omongan soal taraf hidup di sana. Juga, para produsen memang merilis konsol mereka secara terbatas di sebagian besar wilayah Afrika, termasuk Nigeria. Ujung-ujungnya, selain langka, harganya jadi lebih mahal.
Yang kamu lihat hari ini sebetulnya mulai membaik. Penyebabnya, penetrasi internet yang kian masif. Menurut data Statista, jumlah pengguna internet di Nigeria tahun lalu meningkat hingga 100 persen lebih ketimbang 2013 lalu.
Tapi, tetap saja produsen konsol kenamaan belum memandang serius. Bahkan layanan game milik Microsoft dan Sony, Xbox Live dan PlayStation Plus, belum mendapat dukungan resmi di Nigeria, meski penjualan konsol di sana cukup tinggi.
Penyebabnya masih berkaitan dengan internet. Meski pertumbuhannya pesat, kecepatan internet di sebagian wilayah amat terbatas. Ini diakui oleh penduduk Nigeria dengan akun Vbassy lewat artikel di Game Industry Africa.
Hal itu bikin Sony ataupun Microsoft sebagai raksasa konsol belum berani menyasar Nigeria. Itu pula yang bikin cerita Hagen lewat foto esainya di Polygon tujuh tahun lalu— bahwa game online sulit berkembang— masih relevan sampai sekarang.
“Karena pendekatan game khas Nigeria, dan infrastruktur internet kami yang terbatas secara keseluruhan, game online masih kesulitan berkembang,” tulis Vbassy.
Sedikit pembeda adalah eksistensi smartphone yang berkembang secepat pertumbuhan pengguna internet. Tahun lalu, jumlahnya mencapai 25 juta dan diprediksi menyentuh lebih dari 100 juta pengguna pada 2025.
Perkembangan itu memicu maraknya game mobile, termasuk game online. Orang-orang Nigeria tetap bisa mengaksesnya lantaran tak seperti di PC atau konsol, game mobile tak butuh internet yang terlalu kencang.
Hanya saja, Vbassy berharap lebih, termasuk keinginan agar produsen konsol mulai memandang Nigeria sebagai pasar potensial. Meski begitu, dia sadar bahwa “tampaknya (game mobile) lebih cocok untuk sebagian besar pemain,” ucap Vbassy.
Pada akhirnya Vbassy dan penduduk lain di Nigeria tetap bisa bersenang-senang lewat game. Sebab memang seperti itu tujuan game tercipta, tak peduli seperti apa bentuk ataupun mediumnya.
***
Beli pulsa dan berlangganan paket internet dari berbagai denom terlengkap di itemku. Dapatkan berbagai diskon menarik saat beli pulsa Indosat Ooredoo, Telkomsel, dan berlangganan paket internet termurah dari Wifi.id sekarang juga!