Lima puluh tahun sejak Hiroshi Yamauchi meminta Gunpei Yokoi untuk ‘membuat sesuatu yang hebat’, Nintendo sudah berubah sepenuhnya. Dari perusahaan kartu game yang mulai terseok-seok, menjadi perusahaan game inovatif yang terus berkembang hingga sekarang.
Mereka mungkin tak sepopuler PlayStation dan Xbox yang merupakan dua penguasa jagat video game, terutama berkat kehadiran konsol masing-masing.
Namun, mereka punya pasar sendiri, pasar yang didominasi oleh para penggemar setia sejak dulu.
Keberadaan penggemar itulah yang jadi salah satu alasan mengapa Nintendo masih bertahan hingga sekarang.
PlayStation dan Xbox boleh saja memamerkan teknologi terbaru pada tiap konsol anyar, tetapi penggemar setia mereka tak akan pernah berpaling.
Barangkali sebagai bentuk apresiasi, Nintendo berupaya untuk sebisa mungkin mendengar saran dan kritik dari para penggemar yang berdatangan. Salah satunya bisa kita lihat selama proses pengembangan konsol andalan mereka, Switch.
Sebelum konsol itu rilis, Nintendo terkenal kolot dalam hal kebijakan. Misalnya, kamu akan menemui banyak sekali peraturan yang merepotkan.
Yep, kita sedang bicara tentang region lock yang sangat menyulitkan penggemar untuk mencoba game dari region berbeda.
Konsol-konsol terdahulu Nintendo juga terbilang tidak intuitif. Fitur online-nya pun amat terbatas. Berbagai hal ini sempat dikeluhkan para penggemar.
Alhasil, mereka melakukan banyak perubahan di Switch: Tak ada lagi region lock, fitur online seperti tombol ‘share’ media sosial turut ditambahkan.
Bahkan, Nintendo melibatkan para penggemar dalam menentukan harga Switch. Barangkali ini yang jadi salah satu alasan mengapa konsol tersebut punya harga yang relatif terjangkau, yakni berkisar dalam rentang Rp3,5 hingga Rp5 juta saat baru rilis.
Walau demikian, masih ada yang mengeluhkan harganya. Perusahaan lantas meresponsnya dengan merilis varian ‘lite’.
Versi ini hanya dibanderol lebih terjangkau ketimbang versi original, yakni Rp2–3 jutaan saja. Semua mereka lakukan demi para penggemar setia mereka.
Nintendo yang menyejahterakan pekerja
Bagi Nintendo, game atau pun produk terbaik akan tercipta jika para pekerja bahagia. Dan mereka tahu bahwa kebahagiaan sulit muncul dalam tuntutan kerja berlebihan, bahkan meski mendapat bayaran tambahan.
Itulah mengapa saat ada deadline yang mencekat sementara produk yang dirancang belum rampung sepenuhnya, mereka memilih untuk menunda tanggal rilis. Ini hal positif buat pekerja karena dengan begini, mereka bakal terhindar dari crunch (sistem lembur berlebihan).
“Salah satu prinsip utama kami adalah membuat orang-orang tersenyum. Kami membicarakan ini sepanjang waktu.
Bagi kami, itu juga harus berlaku untuk para karyawan. Kami perlu memastikan bahwa karyawan kami memiliki keseimbangan antara kehidupan dan kerja yang baik,” tutur direktur operasional Nintendo Amerika, Doug Bowser.
Ketika mengembangkan Animal Crossing tahun lalu, Nintendo sengaja menunda waktu rilis agar para pekerja tak terjebak crunch.
Hasilnya ciamik. Game ini memecahkan rekor penjualan game digital dengan 5 juta kopi, jauh melampaui rekor Call of Duty: Black Ops III, pemegang rekor sebelumnya.
Hal seperti itu sudah mereka lakukan sejak jauh hari, termasuk kala menunda perilisan konsol handheld 3DS.
Saat menggarap Nintendo 64, yang notabene salah satu produk tersukses mereka, Nintendo juga melakukan penundaan, bahkan sebanyak dua kali.
Pertama-tama, ini sesuai dengan prinsip mereka yang ingin menyejahterakan pekerja. Kedua, penundaan waktu rilis dapat menghindarkan mereka dari produk yang kurang sempurna.
“Game yang ditunda (waktu rilisnya) pada akhirnya akan bagus, tetapi game yang terburu-buru akan selamanya buruk,” ucap Shigeru Miyamoto, desainer game Nintendo.
Bersamaan dengan upaya untuk mendengarkan keluh kesah konsumen, keinginan menyejahterakan pekerja jadi resep sukses yang mampu membuat Nintendo bertahan hingga saat ini.
***
Beli voucher eshop card Nintendo, ya, di itemku! Udah hemat, gampang, cepat pula. Langsung cus aja!
Untuk press release, iklan, dan kerja sama lainnya dapat mengirim email ke [email protected].