Kita memuja perencanaan matang. Namun, untuk beberapa hal, perencanaan yang sedemikian matang itu bisa saja bermula dari ketidaksengajaan. Discord yang kini digunakan banyak orang juga berawal dari sana.
Mulanya adalah kecintaan Jason Citron terhadap video game. Ketika masih bocah, ia sama seperti saya, seperti Anda, seperti banyak dari kita semua. Masa kanaknya ia warnai dengan judul-judul populer seperti World of Warcraft (WoW) hingga Everquest.
Kecintaan terhadap game itu pula yang memicu Citron untuk belajar coding. Cita-citanya? Bikin game. Maka tatkala studinya berakhir, tekadnya sudah bulat. Ia ingin bikin game sendiri.
Citron, yang waktu itu berusia 23 tahun, merilis game pertamanya untuk iPhone pada 2008. Namun, setahun berselang, ia sedikit beralih haluan. Unsur video game-nya masih terasa tetapi kali ini dalam bentuk media sosial. Namanya OpenFeint, platform jejaring sosial khusus para gamer.
Citron menjualnya kepada perusahaan Jepang. Segera setelahnya, ia mendirikan perusaan bernama Hammer & Chisel. Cita-citanya masih sama: Bikin game sendiri. Kemudian lahirlah Fates Forever. Melihat gameplay-nya, terlihat jelas bahwa Citron mengandalkan referensinya soal Warcraft.
Yang membedakan adalah fitur di dalamnya. Di sana Citron menyelipkan obrolan suara dan teks, fitur yang beberapa tahun kemudian mereka sadari sebagai hal terbaik yang ada di Fates Forever. Kisah inilah yang menjadi awal lahirnya Discord ke dunia.
Asal-usul Discord
Waktu itu tahun 2014. Sebagai platform yang cenderung mirip aplikasi panggilan suara?—?meski sebetulnya didesain untuk game, jelas sulit bagi Discord untuk berkembang. Orang-orang lebih akrab dengan platform lain seperti Skype yang memang sedang sangat populer.
Citron juga mesti mengambil beberapa keputusan krusial pada masa itu. Bersama Stan Vishnevskiy, CTO Hammer & Chisel, ia menutup divisi pengembangan game mereka sekaligus memberhentikan sekitar sepertiga pekerja perusahaan.
Ketika mengenang masa-masa tersebut, Citron akan menyebutnya sebagai kesalahan. Dalam sebuah artikel di Forbes ia mengakuinya. Namun, “Selama itu tidak membunuhmu, kamu akan belajar darinya (kesalahan tersebut),” demikian ungkap Citron.
Discord memilih 13 Mei 2015 sebagai hari jadi mereka. Bagi Citron, ia tahu platform-nya punya kualitas. Namun, itu tak lebih dari sekadar ungkapan subjektif. Ketika membandingkannya dengan Skype, ia akhirnya melihat betapa Discord masih punya banyak kelemahan.
Tim akhirnya melakukan banyak perombakan. Yang paling utama, mereka ingin kualitas suara yang bagus. Pada masa itu mereka juga melakukan beberapa update, salah satunya fitur yang memungkinkan pengguna melarang dan memberi izin kepada orang lain di server mereka.
Sederet update itu cukup untuk bikin orang-orang menyukai Discord. Lagi pula, terlepas dari semua kelemahannya, platform ini memang mengusung ide unik yang secara tak sengaja menjadi cara sebagian besar dari kita berkomunikasi selama pandemi ini.
Anda akan membuat sebuah server di Discord. Di sana Anda bisa mengatur segala sesuatunya: Mengundang orang lain hingga membuat ruang khusus obrolan. Siapapun yang tergabung di server tersebut bisa langsung terhubung satu sama lain.
Anda suka mengetik teks? Silakan kirim pesan singkat. Anda ingin ngobrol? Masuklah ke salah ruang obrolan. Ingin melakukan panggilan video? Discord juga menyediakannya.
Vishnevskiy menggambarkannya sebagai “rumah yang terdiri dari berbagai ruangan.” Ia memilih benda yang tepat karena Discord memang seperti rumah, hanya berisi orang-orang yang Anda kenal atau setidaknya orang-orang yang sudah Anda izinkan atau bergabung (atau sebaliknya).
“Anda merasa dekat dengan teman-teman Anda. Anda dapat bertemu dengan mereka dan berbicara dengan mereka,” kata Citron.
Yang paling merasakan dampaknya adalah gamer. Platform ini membuat game yang selama ini dimainkan tak lagi satu dimensi, bahkan jika itu bukan game multiplayer. Lewat Discord, jika tidak main bersama, salah satu dari mereka bisa menayangkan video streaming selama sesi game berlangsung.
“Pada akhirnya ini berubah dari sekadar tentang permainan menjadi lebih seperti komunitas,” kata seorang pengguna Discord dengan akun Vind, dilansir Protocol.
Memasuki 2019, Discord menjadi lebih mainstream. Para penggunanya tak lagi spesifik dan terbatas gamer, tetapi mulai menyasar kalangan yang jauh lebih luas. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya influencer game yang memiliki server Discord sendiri.
Youtuber Sara Dietschy salah satunya. Pada tahun itu ia membuat server Discord sendiri yang digunakan untuk berkomunikasi dengan para penggemar.
“Pada dasarnya ini adalah cara yang gratis dan mudah untuk bersenang-senang dengan komunitas Anda,” ujar Dietschy. Lebih jauh, katanya, ini seperti Slack tetapi Slack lebih cocok untuk kegiatan produktif. “Discord sebaliknya,” sambung dia.
Semua yang Discord sajikan tampaknya cocok untuk sebagian besar dari kita. Terlebih, Discord adalah media sosial yang cukup private. Seperti yang pernah pendiri Facebook, Mark Zuckenberg, ungkapkan, ini adalah sesuatu yang didambakan banyak orang.
***
Beli Discord Nitro, ya di itemku! Udah hemat, gampang, cepat pula. Langsung cus aja!
Untuk press release, iklan, dan kerja sama lainnya dapat mengirim email ke [email protected].