Ellie terbangun di lantai sebuah ruangan yang gelap. Sambil tergesa-gesa ia berusaha mengambil pisau di salah satu sudut. Setelah berjarak satu meter saja, David datang dan langsung menghajarnya. Namun, karena jarak yang sudah dekat, Ellie berhasil menjangkau pisau tadi.
Ia balik menghajar menggunakan pisau itu sambil berteriak kencang. Sesaat kemudian, Joel tiba. Ellie yang tersedu sedan langsung memeluknya. David, sementara itu, tewas seketika.
Adegan yang kamu saksikan di The Last of Us itu sangat powerful. Ketakutan Ellie amat nyata. Teriakan dan gerakannya penuh amarah. Tangisannya terdengar menyakitkan.
Semua yang ada di sana berkaitan langsung dengan cerita dalam game. Waktu itu, Ellie tertangkap saat hendak mencari bantuan untuk Joel yang sekarat. Namun, kita tak terlibat sama sekali. Di hadapan layar, kita hanya bisa menyaksikan semuanya sebab hal tersebut adalah bagian dari cut-scene.
Sejak pertengahan 90-an, cut-scenes ibarat kewajiban bagi game-game yang mengutamakan cerita. Ia berfungsi sebagai jangkar yang menjalinkan narasi yang dibawa. Gameplay mungkin bisa melakukan semuanya, tetapi cut-scene dapat menyajikan cerita dengan cara yang jauh lebih menarik.
Coba bayangkan bagaimana jadinya adegan Ellie dan David jika terjadi dalam gameplay?—?bukan cut-scenes? Ketakutan dan amarah Ellie tak akan terasa se-powerful itu.
Penyajian cerita lewat cut-scene memang sangat efektif dan solid. Soalnya, semua yang terlihat di cut-scene merupakan sentuhan langsung developer dan tim artistik. Mereka bisa mengatur gerakan karakter, ucapan-ucapannya, hingga sudut kamera sesuai cerita dan emosi yang ingin ditampilkan.
Lantas, saat menyaksikan cut-scene, kita seperti tengah menonton potongan sebuah film.
Beberapa cut-scene bahkan mendapat pujian setinggi langit karena penyajian sinematiknya. Adegan yang melibatkan Ellie dan David di The Last of Us jadi contoh. Metal Gear Solid, terutama seri keempat, juga punya banyak cut-scene yang mendapat sorotan orang-orang.
Judul terakhir yang saya sebut merupakan karya Hideo Kojima. Meski Death Stranding dianggap sebagai karya terbaik sepanjang hidupnya, tak bisa dimungkiri bahwa justru Metal Gear Solid 4 yang merupakan tempat paling menyenangkan untuk menyaksikan sederet cut-scene terbaik.
Konon, cut-scene pada game tersebut merupakan ejawantah dari impian besar Kojima untuk membuat film. Tak heran jika Metal Gear Solid 4 memegang dua Guinness World Records sekaligus, yakni cut-scene terpanjang selama 27 menit dan rangkaian cutscene terpanjang selama 71 menit.
Cut-scene merusak esensi video game?
Di balik semua pujian yang datang, cukup banyak yang tak menyukai cut-scene. Selipan adegan seperti itu dianggap merusak esensi video game.
Saat bermain game, orang-orang bakal terlibat secara langsung, bahkan memegang penuh semua kendali yang terlihat di dalam layar. Kita ingin bebas menggerakkan karakter, membuatnya berlari dan melompat, menggunakan senjata, menghajar musuh, dan sebagainya.
Keterlibatan aktif seperti itulah yang membedakan game dengan sarana hiburan lain seperti film, musik, buku, bahkan seni opera.
Cut-scene berpotensi mengurangi kesan ini. Terlebih, beberapa cut-scene muncul dalam waktu yang tak sebentar dan dengan jumlah yang sangat banyak.
Tentu, kita bisa melewatkan cut-scene dengan menekan tombol tertentu. Namun, tak semua game demikian. Beberapa game seolah memaksa kita untuk terus menontonnya tanpa bisa melakukan apa-apa kecuali mematikan listrik. Inilah yang jadi masalah.
Masalah lain, tak sedikit cut-scene yang seolah muncul tanpa tujuan. Masalah lain lagi, beberapa cut-scene terlampau dominan dalam menyajikan cerita yang sampai-sampai membuat gameplay utamanya seperti tak begitu penting alias tak apa-apa jika tak hadir sekalipun.
Cut-scene semestinya tak berfungsi dengan cara seperti itu. Cut-scene, selain menyajikan pengalaman sinematik, adalah ‘penjahit’ untuk memperkuat plot, bukan cara menyampaian keseluruhan cerita. Lagi pula, pada dasarnya developer bisa menyajikan cerita dengan bergantung pada aksi atau gameplay-nya sendiri.
Banyak sekali metodenya dan seharusnya, menurut saya, developer punya kreativitas yang cukup memadai untuk memikirkan hal tersebut. Mereka bisa menyelipkan percakapan selama game berlangsung atau lewat cerita yang disampaikan oleh seorang atau beberapa narator.
Seri Half-Life adalah contoh terbaik untuk hal ini. Sepanjang game berlangsung, hampir tak akan kita temui cut-scene. Namun, kita tetap tahu bagaimana ceritanya sebab game ini mampu memadukan skenario dan gameplay dengan cara yang apik.
Kalau pun tetap ingin menyelipkan cut-scene, Mass Effect bisa menjadi contoh. Di game ini cut-scene muncul tanpa menghilangkan keterlibatan kita. Kenapa? Sebab kita bisa memilih setiap percakapan yang ada, sebagaimana yang sering muncul di game-game bergenre interactive story.
Dengan cara-cara seperti itu, esensi dari video game tak akan lenyap.
***
Beli voucher Steam Wallet, ya di itemku! Udah hemat, gampang, cepat pula. Langsung cus aja!
Untuk press release, iklan, dan kerja sama lainnya dapat mengirim email ke [email protected].