Kayaknya enggak salah kalau kita bilang bahwa teknologi telah menghapus batas-batas yang selama ini terlihat. Dulu, perangkat A hanya bisa memainkan segala hal yang memang dihadirkan untuk mereka. Sekarang, kamu bisa memainkannya di perangkat berbeda.
Kita sedang bicara tentang emulator, sebuah program yang bekerja bak ilmu sihir. Program itu memungkinkan kita mengemulasi aplikasi, game, bahkan sistem operasi agar dapat berjalan di perangkat yang sebetulnya tak bisa menjalankan hal-hal tersebut.
Kita mengenal PPSSPP (PlayStation Portable Simulator Suitable for Playing Portably) sebagai salah satu emulator yang cukup populer. Dengan program ini, kamu bisa memainkan semua game PSP pada perangkat Android, Windows, Mac, hingga Linux.
Masih banyak sekali emulator lain. Ada BlueStack (emulator sistem operasi Android), ePSXe (emulator PS2), NES Emulator (emulator Nintendo), dan sebagainya. Ini bukti bahwa di masa kini kehadiran emulator seolah sudah jadi hal biasa.
Yang jadi pertanyaan, apakah sebetulnya kita boleh menggunakan emulator? Atau gini, deh, kira-kira segala jenis emulator yang tersedia itu legal atau enggak?
Area abu-abu
Emulator sendiri bukanlah program yang istilahnya bakal rutin difungsikan. Orang-orang baru menggunakan program ini, biasanya, untuk bernostalgia. Entah memainkan game-game jadul di NES, PSP, PS2, PS1, dan sebagainya dan sebagainya.
Untuk kasus tersebut, konsepnya seperti ini: Kita akan mengunduh ROM sebuah judul game yang biasanya berupa file ISO. Kamu tak perlu bingung sebab banyak sekali file ISO bertebaran di internet. Tentu saja, semuanya tak resmi alias ilegal. Ya, ilegal.
Sejatinya, tak semua produsen game peduli dengan keberadaan emulator berikut file ISO-nya. Kendati begitu, pada dasarnya ini adalah aktivitas yang merugikan sehingga ada saja perusahaan yang coba melayangkan protes, bahkan gugatan hukum.
Pada 2018, Nintendo menuntut dua situs bernama LoveROM dan LoveRETRO lantaran menyediakan unduhan emulator serta game-game Nintendo. Gugatan itu terdiri atas 27 halaman, yang salah satunya menyebut bahwa dua situs tadi mendapat kunjungan 17 juta per bulan.
Nintendo lantas menuntut ganti rugi atas pelanggaran hak cipta dengan nilai USD150.000. Menanggapi tuntutan ini, LoveROM menghapus daftar game milik Nintendo. Sementara itu, LoveRETRO tutup secara penuh.
Satu-satunya yang tak berubah, LoveROM masih menyediakan program emulator pada laman mereka.
Mengapa? Karena pada dasarnya yang bermasalah adalah file ISO-nya. Sementara emulator, mengutip How to Geek, hanyalah program yang bertujuan untuk mengemulasi game, sistem operasi, atau hal lain semacamnya.
Agak kurang pas menyebutnya ilegal, tetapi memang ada area abu-abu di sana. Pasalnya, emulator seolah mendukung penggunaan software bajakan. Lagi pula emulator memungkinkan orang-orang mendapatkan, katakanlah, fitur-fitur PS2 tanpa perlu membelinya.
Yang salah game, bukan emulator
Jika emulator bekerja di area abu-abu, beda halnya dengan ROM atau file ISO-nya secara terang pelanggaran hak cipta. So, sangat jelas ini dilarang.
“Anggaplah saya punya Super Nintendo lawas, dan saya menyukai Super Mario World. Yang saya lakukan berikutnya adalah mengunduh ROM game tersebut. Ini pelanggaran hak cipta,” ujar Derek E. Bambauer, dosen hukum internet dan kekayaan intelektual University of Arizona.
Jadi, kendati misalnya produsen game ataupun konsol tak berlaku sebagaimana yang dilakukan Nintendo, penggunaan ROM game untuk dimainkan pada emulator tetap saja ilegal. Ini sama halnya dengan kamu mengunduh film-film Netflix tetapi dari situs ‘xxx bla bla bla’ itu.
Apalagi hampir semua negara memiliki peraturan khusus yang cukup ketat soal pembajakan. Di Indonesia, perkara itu tercantum dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Ada pidana penjara lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta bagi pelanggar.
“Namun, seringnya tidak sampai sejauh itu. Tuntutan cenderung berupa pemberitahuan penghapusan situs web yang mendistribusikan emulator. Jika tak dipatuhi, barulah produsen memutuskan untuk membawanya ke ranah hukum,” kata Jas Purewal, pengacara hukum hiburan dan teknologi digital dari Purewal & Partners LLP, dilansir TechRadar.