Hidup itu bagai permainan sepak bola, katanya.
Ada banyak sekali metafora untuk menggambarkan kehidupan melalui sepak bola. Mulai dari yang bilang bahwa hidup itu ada menang dan kalah, mesti punya goal (tujuan) untuk dicapai, hingga soal mengejar sesuatu yang ujung-ujungnya dibuang lagi.
Tapi di sini kita bicara soal video game, dan sinonim sepak bola dalam konteks game adalah Pro Evolution Soccer (PES) dan FIFA. Keduanya adalah judul-judul paling laris di dunia persepakbolaan virtual.
Video game adalah komoditas, yang artinya ia diproduksi dengan tujuan mencari untung (tentu ada pengecualian). Begitu pun dengan PES dan FIFA, yang, meskipun adalah game-game berbayar, tetap mengandalkan sistem loot box alias gacha untuk meraih untung.
Ibarat sepak bola, hidup perlu modal
Ya, di mode myClub (PES) dan Ultimate Team (FIFA), Konami dan EA menawarkan peluang bagi kamu untuk mendapatkan pemain bagus melalui loot box yang bisa dibeli dengan uang betulan.
Namanya juga untung-untungan, tentu saja peluang kamu untuk mendapat Kylian Mbappé cuma dengan 1-2 kali nge-roll sangtlah kecil. Kamu pun terpaksa keluar lebih banyak uang cuma untuk meningkatkan peluang.
Memang, punya Mbappe atau pemain bagus lainnya tidak serta-merta membikin kamu menang terus. Tapi, itu berarti orang berduit tidak mesti menghabiskan waktu sebanyak kamu untuk jadi lebih ‘jago’ di game.
Yang berarti, semakin banyak uang semakin enak pula hidupmu. Seperti kehidupan saja, kan?
Bukan cuma uang
Apakah cuma itu? Tentu saja tidak. Seperti kebanyakan game online, myClub dan FUT dilengkapi dengan sistem matchmaking untuk mempertemukan kamu dengan lawan yang dianggap sepadan oleh sistem.
Saya memiringkan kata dianggap bukan tanpa alasan. Ada begitu banyak laporan dari pemain tentang betapa tidak adilnya proses perjodohan di myClub dan FUT. Mereka umumnya mengeluhkan soal kenyataan bahwa lawan mereka (yang seharusnya sepadan) punya jauh lebih banyak pemain bagus.
Seperti mereka di kehidupan nyata yang seumur hidup menerima pendidikan berkualitas rendah, namun harus bersaing dengan orang-orang yang punya akses ke pendidikan ekstra di luar sekolah. Mereka bisa—dan sering—menang, namun dengan usaha yang jauh, jauh lebih keras.
Ketidakadilan dari aspek perjodohan punya varian lain: Koneksi. Sering sekali pemain myClub dan FUT dibuat kalah oleh sistem lantaran kehilangan koneksi internet. Sistem ini berguna untuk menghukum rage quitter (mereka yang keluar dari game untuk menghindari kekalahan), tapi jika dan hanya jika bukan karena mati listrik saat kamu sedang unggul 3-0.
(Atau juga karena ping kamu konsisten berada di angka kembalian warung. Seperti hidup, kekalahan karena lag adalah nyata dan tidak adil.)
Semua ini belum ditambah oleh kacaunya dunia perwasitan. Lagi-lagi, ada banyak sekali laporan di internet tentang keputusan wasit yang nyeleneh. Mulai dari pelanggaran yang ditiadakan hingga kartu merah yang keluar semudah ingus di kala pilek.
Khusus aspek ini, saya punya pengalaman pribadi. Meski belum bisa memberi bukti video, saya sudah berulang kali dianggap melakukan pelanggaran meskipun di replay jelas-jelas terlihat pemain lawanlah yang melanggar.
Khusus aspek ini, juga, saya tidak mau menjelaskan panjang-panjang. Takut dipelintir.