“Sebagian besar game menyelipkan perayaan Natal. Bahkan game Animal Crossing memiliki ‘Bunny Day’ untuk Paskah, tetapi saya belum melihat perlakuan yang sama untuk hal-hal seperti Idul Fitri dan Ramadhan,” demikian kata developer game yang juga pendiri Vlambeer, Rami Ismail.
Ismail adalah developer yang aktif memperjuangkan representasi Muslim di video game. Gagasannya berdasar pada jumlahnya yang terbilang sangat minim. Tak hanya perayaan keagamaan seperti Idul Fitri dan Ramadhan, sosok karakter Muslim bahkan sulit kita temukan.
Menurut Ismail, masalahnya terletak pada cara orang-orang dalam memandang Muslim. Ismail merasa bahwa developer, terutama yang berasal dari kawasan barat, cenderung melihat Muslim dari kaca mata kultural, alih-alih melihat sosok Muslim itu sendiri.
Itulah mengapa yang kemudian sering kita lihat adalah gambaran-gambaran yang amat terbatas dan itu-itu saja. Kalau ia karakter, maka akan memiliki janggut tebal dan mengenakan gamis serta hijab. Sementara jika itu tempat, filter super kuning mesti digunakan. Oh, satu lagi: Unta.
Jika pernah memainkan Call of Duty: Modern Warfare, kita tahu bahwa hal tersebut adalah benar belaka.
Masalah tersebut beriringan dengan beberapa developer yang cenderung menggeneralisir sosok Muslim. Yang paling umum adalah dengan menyelipkan satu atau sekelompok karakter yang bisa memperkuat anggapan bahwa Muslim adalah teroris dan wajib kita bunuh.
Dalam Konferensi Developer Game di San Fransisco, empat tahun lalu, Dr. Romana Ramzan dosen game design di Glasgow Caledonia University mengkritik keras kondisi ini. Ia merasa bahwa sudah terlalu banyak penggambaran yang salah dari Muslim.
“Anda akan melihat karakter berkulit gelap berlarian sambil meneriakkan ‘Allahu Akbar’ di sana-sini sambil menenteng AK-47 dan melemparkan bom. Jika dia tidak melakukan itu, mungkin dia sedang bersama unta atau kambing,” ungkap Ramzan.
Sebetulnya tak benar-benar nihil. Beberapa developer pernah coba menyajikan representasi Muslim dengan cara yang tak tendensius seperti Assasin’s Creed. Selain menampilkan protagonis asal Syria, game ini juga berhasil menampilkan detail Yerusalem, Agra, Israel, dan Damaskus pada abad ke-12.
Ada pula karakter seperti Faridah Malik dari game Deus Ex, karakter yang tidak tergambar sebagai seorang penjahat sebagaimana karakter-karakter Muslim di game lainnya.
Meski demikian, itu belum menggambarkan Muslim secara keseluruhan. Dari kaca mata yang lebih luas, masih banyak hal yang bisa diangkat dari Muslim. Tak hanya soal karakter game, tetapi juga berbagai hal lain yang jauh lebih representatif seperti bulan suci Ramadhan.
Bahkan negara-negara Arab yang sebelumnya kerap digambarkan sebagai Muslim di video game hanya mewakili sekitar 15 persen dari total populasi Muslim. Negara Muslim terbesar di dunia justru Indonesia, sedangkan yang kedua adalah India.
Masalahnya, industri hiburan, termasuk game, berkiblat pada wilayah Barat. Jadi, semua yang tersaji bakal sesuai dengan kaca mata mereka sendiri. Mereka juga akan lebih memikirkan audiens wilayah itu terlebih dahulu sebab secara komersil pun memang berpotensi lebih menguntungkan.
Karena itulah Ismail merasa bahwa para Muslim yang bekerja sebagai developer mesti memperjuangkannya. Sejak awal kariernya, ia memang aktif mendorong rekan-rekan sesama developer untuk memperbaiki penggambaran Muslim agar lebih representatif.
Developer lainnya, Osama Dorias, juga mengungkapkan hal serupa. “Muslim memiliki masalah citra publik, jadi kita perlu membantu untuk mengatasi masalah tersebut,” ucapnya suatu kali.
Tentu terlalu dini menyebut bahwa upaya mereka bakal berhasil begitu saja. Apalagi, mereka cuma segelintir di antara luasnya industri video game. Namun, upaya ini tetaplah penting, setidaknya ada yang bersuara bahwa yang banyak game tampilkan selama ini tidak bisa disebut benar.
***
Nikmati pengalaman gaming yang lebih seru dengan top-up Steam Wallet termurah se-Indonesia di itemku!
2 Comments
Lah pointblank ada anjir event puasa sama idul adha
PB sudah terlalu OON… kurang piknik