Saat COVID-19 mulai mewabah, para produsen konsol game ketularan berkah. Angka penjualan mereka meningkat berkali-kali lipat. Tak terkecuali Nintendo lewat konsol Switch yang menjadi raja di Asia Tenggara.
Dibandingkan dengan Sony PlayStation yang memang jadi pesaing utama mereka di wilayah itu, Switch unggul jauh. Mereka mengalami peningkatan hingga 245%, sedangkan Sony cuma 135%.
Meski begitu, hal demikian tak berlaku di Indonesia. Data iPrice menyebut bahwa penjualan Switch hanya mengalami pelonjakan di negara-negara seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Malaysia.
Di Indonesia, sementara itu, Switch redup. Justru Sony yang menguasai pasar lewat PS4. Switch hanya bertengger di urutan kedua, yang uniknya tak terlalu jauh melampaui PS3 di urutan ketiga.
Indonesia memang sudah lama menjadi rumah bagi Sony. Sejak era PS1, lalu PS2 yang fenomenal, dilanjutkan dengan PS3 dan PS4, angka penjualannya selalu tinggi.
PS5 yang belum rilis resmi di Indonesia pun tampak akan mengikuti jejak serupa. Orang-orang bahkan sudah heboh saat muncul filter box PS5 di Instagram beberapa waktu lalu.
Beda dengan Nintendo yang memang sejak era NES, SNES, hingga Switch kesulitan meraih pasar. Kita lantas akan bertanya: Apa yang bikin mereka ‘gagal’ menjual produk di Indonesia?
Kebijakan tidak Populer dan.. Harga
Konsol Nintendo sebetulnya punya keunggulan lantaran kerap menyajikan game-game secara ekslusif. Kita mengenal Super Mario Bros dan berbagai turunannya, Tetris, hingga The Legend of Zelda yang begitu populer.
Pada saat bersamaan, mereka terbilang konservatif. Ada kebijakan bernama ‘Region Lock’ yang menyulitkan pemain sehingga harus mengubah pengaturan wilayah terlebih dahulu untuk membeli game di eShop.
Di sisi lain, Sony yang notabene pesaing utama mereka di Asia punya sistem yang relatif longgar. Pada era PS1 dan PS2 bahkan banyak game bajakan yang bertebaran. Tak ayal PS jauh lebih populer ketimbang Nintendo di Indonesia.
Nintendo sempat melakukan perombakan besar kala merilis Switch. Kita tak mesti lagi mengubah region pada konsol portabel tersebut. Sayangnya, konsol ini kurang cocok untuk pasar Indonesia karena sejumlah hal.
Pertama, harganya terbilang mahal, berkisar di angka 4 jutaan untuk paket termurah. Agak bisa dipahami karena Switch menyediakan sejumlah game ekslusif. Mereka juga bisa dimainkan dengan TV sekaligus secara handheld.
Namun, Nintendo terlalu pelit. Switch benar-benar difungsikan sebagai konsol alias hanya akan berguna jika ada game di dalamnya. Perangkat ini tak bisa menjalankan aktivitas multimedia lain-kecuali nonton Youtube.
Terlebih, konsol-konsol Nintendo punya biaya perawatan yang mahal. Switch Pro Controller saja harganya bisa mencapai Rp900 ribu. Enggak kebayang kalau controller kita rusak dan mesti beli baru lagi. Duh..
Dengan kemampuan terbatas seperti itu dan harga yang kelewat tinggi, orang cenderung akan membeli PS4 yang memang lebih unggul. Kalaupun ingin bermain game secara handheld, tentu saja smartphone lebih masuk akal.
Pada akhirnya peluang konsol Nintendo untuk berjaya di Indonesia memang kecil. Upaya mereka menyajikan Switch untuk meraup pasar game layar besar sekaligus handheld bahkan gagal sebab di saat bersamaan, Sony masih berjaya. Plus, ekosistem game smartphone sedang meninggi.