Pada 2019, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghelat lomba esports bertajuk ‘Ministry of Finance E-Sports Challenge’. Tebak game apa saja yang dipertandingankan? Zuma Deluxe dan Onet, dua game yang enggak ada esports-nya sama sekali.
Informasi itu tersebar lewat sebuah poster yang dibagikan akun Twitter @_Rezka. Sontak saja linimasa langsung heboh. Apalagi, selain karena jauh dari citra esports, dua game itu –khususnya Zuma– adalah game yang lekat sekali dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Beberapa pegawai Kemenkeu pada akhirnya mengonfirmasi bahwa Zuma cuma untuk dimainkan bersama pada helatan tersebut. Cabang esports yang dilombakan, sementara itu, adalah Pro Evolution Soccer (PES) 2020 dan Mobile Legends.
Jebakan stereotipe
Namun, hal demikian tak bisa menampik stereotipe yang sudah sangat lama beredar: Bahwa game favorit PNS, ya, Zuma. Titik.
Muasal dari stereotipe ini sama sekali tak jelas. Tapi berdasarkan analisis singkat kami, mulanya adalah stereotipe lain terkait PNS itu sendiri. Dulu, PNS punya stigma birokrat malas. Kami enggak asal bicara sebab memang seperti itu yang banyak beredar.
Coba kamu ketik kata kunci ‘PNS’ dan ‘malas’ di Google. Yang keluar akan berderet-deret panjang sekali. Pada 2015, mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bahkan pernah meminta para PNS untuk menghapus stigma malas.
Enggak cuma Ahok. Awal tahun ini, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto, juga mengimbau para PNS untuk menghapus stigma tersebut. Agus mengucapkannya pada acara pengambilan sumpah PNS hasil rekrutmen pada 2018.
“Ada ungkapan, bekerja keraslah maka orang lain akan menilai Anda. Jadi kalau Anda bekerja, setiap orang pasti akan menilai Anda. Kalau memang kerjanya bagus, rapor Anda di akhir tahun akan bagus,” papar Agus, dilansir Okezone.
“Kalau kerja seenaknya, rapornya juga akan merah, dan itu akan menentukan karir Anda kedepan, yang menilai bukan hanya pimpinan tapi juga kolega setingkat Anda, dan masyarakat yang dilayani,” sambung dia.
Karena kemalasan tersebut, konon, PNS jadi seolah punya banyak sekali waktu luang. Mereka masih sempat antar-jemput anak, datang ke kantor terlambat, ngabisin berlembar-lembar koran pagi, dan yang terakhir: main Zuma Deluxe di jam kerja.
Lebih-lebih banyak yang bilang bahwa kerjaan PNS itu cuma segelintir. Jadi, selama di kantor kerjaan mereka cuma main Zuma berhari-hari. Kayak gitu mitosnya.
Durasi main yang singkat
Namun, bila ditilik dari mekanisme Zuma itu sendiri, rasanya enggak pas menyebut Zuma sebagai game yang biasa dimainkan di waktu luang berlebih. Game ini justru lebih identik sebagai game yang tetap asyik dimainkan di waktu singkat sekalipun.
Pasalnya, gameplay-nya terbilang ringan, tersedia offline, dan enggak memaksamu banyak mikir. Kamu akan berperan sebagai kodok dengan misi menghilangkan bola-bola yang terus bergulir sebelum masuk ke dalam tengkorak.
Nilai positif lain dari Zuma adalah bisa di-pause kapanpun. Dengan kondisi ini kamu enggak perlu khawatir jika tiba-tiba ada kerjaan, rapat mendadak, atau mesti menghadap atasan.
Perkara itulah yang menurut Martin Suryajaya, penulis buku yang juga pemerhati game, dalam tanggapannya kepada VICE Indonesia tahun lalu jadi daya tarik Zuma Deluxe di mata PNS. Zuma jadi hiburan paling pas di tengah kesibukan padat melayani negara.
“Kan itu (Zuma) game casual ya. Genre ini memang memungkinkan orang main sebentar, katakan satu level, abis itu ditinggal menghadap atasan atau rapat. Balik dari situ lanjut main lagi,” ucapnya.
Masih banyak alasan lain mengapa Zuma lekat dengan PNS. Misal, enggak menuntut spesifikasi tinggi hingga mudah diakses, terutama di komputer era Windows XP dan Windows 7.
Namun, seperti alasan-alasan sebelumnya, pada dasarnya ini adalah stereotipe yang enggak begitu jelas muasalnya. Lagi pula, kalau memang ternyata betulan, enggak ada yang salah dengan main Zuma.
***
Beli voucher Steam Wallet ya di itemku! Udah hemat, gampang, cepat pula. Langsung cus aja!
Untuk press release, iklan, dan kerja sama lainnya dapat mengirim email ke [email protected].