Cara paling gampang untuk melihat perkembangan video game sepak bola dari masa ke masa adalah lewat aspek grafis. Namun, ada aspek lain yang hari ini juga jadi perhatian orang-orang: Komentator.
Semakin hari, perkembangannya semakin menyesuaikan dan amat mirip dengan sepak bola betulan. Dari yang dulunya berupa suara singkat seperti ‘shoot’ dan ‘corner kick’ saja, menjadi sederet ucapan kompleks yang menyulap game sepak bola bak pertandingan sungguhan.
Menyajikan segala sesuatunya secara realistis memang jadi tujuan utama game sepak bola. Itulah mengapa beberapa pengembang sengaja mengikat para komentator sepak bola profesional untuk hadir secara eksklusif di game sepak bola bikinan mereka.
Electronic Arts (EA) Sports lewat FIFA punya Martin Tyler, Alan Smith, Clive Tyldesley, dan Andy Townsend sebagai komentator. Konami, di sisi lain, pernah bekerja sama dengan nama-nama seperti Jon Champion, Peter Drury, hingga Jim Beglin yang notabene akrab kita dengar di televisi.
Jika di sepak bola betulan para komentator itu biasa memandu pertandingan secara langsung alias play-by-play, bagaimana dengan game sepak bola?
“Tentu tidak akan sama dengan mengomentari pertandingan sepak bola secara langsung. Tapi sebetulnya tidak sesulit itu,” ujar Drury dalam sebuah wawancara dengan Vice. Yang jelas, katanya, butuh kerja ekstra keras untuk melakukan semuanya.
Mengomentari game sepak bola pada dasarnya punya konsep serupa pertandingan sungguhan. Tugasnya adalah memandu. Yang jadi pembeda, mereka harus mengomentari sesuatu yang sebetulnya virtual menjadi senatural mungkin. Emosinya mesti terasa, intonasinya harus pas.
“Saya mesti bilang bahwa orang yang bisa melakukannya ada seorang genius. Mereka harus berada di sana dan menghasilkan suara yang relevan agar para gamer bisa memahami suara tersebut,” tutur Drury.
Drury tak berlebihan ketika bilang bahwa para komentator game sepak bola serta sosok-sosok lain yang mampu melakukannya sebagai orang-orang genius. Ia boleh menganggapnya tidak begitu sesulit, tetapi sebetulnya ini proses yang terbilang rumit.
Saat mengomentari game sepak bola, para komentator itu tengah mengomentari sesuatu yang tidak ada sama sekali. Maksudnya, mereka tak melihat pertandingan sungguhan, bahkan pertandingan di game sepak bola. Tiap komentar yang terlontar berasal dari rentetan skrip panjang.
Pihak pengembang akan menyediakan beberapa lembar kertas berisi ribuan baris teks. Yang pertama, misalnya, nama-nama pemain. Berikutnya, nama-nama tim. Berikutnya lagi, situasi tertentu di lapangan seperti, katakanlah, saat peluang atau gol terjadi.
Nah, para komentator tadi akan mengucapkan semuanya untuk kemudian direkam. Dari tiap ucapan tersebut, masing-masingnya mesti dilakukan secara berulang-ulang untuk bisa menghasilkan intonasi dan emosi yang berbeda-beda.
Nama ‘Cristiano Ronaldo’, misalnya, bisa saja punya lebih dari lima versi pengucapan. Mulai dari ‘Cristiano Ronaldo’ ketika menguasai bola, ‘Cristiano Ronaldo’ ketika melewati lawan, ‘Cristiano Ronaldo’ saat berhasil mencetak gol, dan berbagai situasi lainnya.
“Anda mesti melakukan semua itu pada ribuan nama dalam tujuh atau delapan intensitas yang berbeda,” ungkap Drury.
Beberapa tahun terakhir, proses rekaman komentator pertandingan game sepak bola tak lagi terlalu terpaku pada teks. Pasalnya, hal ini dapat membuat komentar yang terdengar jadi kurang natural, yang artinya tak sesuai dengan misi sebagian besar game sepak bola masa kini.
Developer lantas mengakalinya dengan hanya memberikan nama, misalnya, beserta situasi. Berikutnya, para komentator tinggal membayangkan situasi yang terjadi lalu mengucapkannya. Cara ini membuat suara yang terdengar lebih variatif dan tak menghilangkan ciri khas komentator itu sendiri.
Beberapa game olahraga selain sepak bola nyatanya juga sudah melakukan hal serupa. Game hockey paling populer di dunia, NHL, adalah salah satunya. Persoalannya sama: Terlalu terpaku pada skrip membuat komentar yang terdengar kurang natural.
“Mereka (para komentator) hanya butuh satu detik, memvisualisasikannya, lalu mengoceh sepuluh contoh ucapan berbeda berdasarkan situasi yang kami berikan,” kata Sean Ramjagsingh, produses NHL.
Lantas, setelah semua itu, apakah prosesnya sudah selesai? Tentu saja belum. Masih ada proses penyuntingan, bahkan terkadang perekaman ulang, barulah kemudian menjalinkannya ke dalam game. Singkat kata, masih panjang, Bung dan Nona sekalian.
Jadi, pembuatan komentator di game sepak bola terbilang rumit. Itulah mengapa penambahan baris atau komentar baru biasanya hanya dilakukan setiap beberapa tahun sekali. Masuk akal jika akhirnya suara dan kalimat yang kita dengar terkesan itu-itu saja.
Tak percaya? Simak kalimat ini:
“Hi there everybody, Martin Tyler here along with Alan Smith and our match today comes from the Premier League.”
Sudah di berapa edisi FIFA kamu mendengarnya?
***
Nikmati pengalaman gaming yang lebih seru dengan top-up Steam Wallet termurah se-Indonesia di itemku!