Gaza terus bergejolak. Israel melakukan penyerangan membabi buta. Tak lama berselang, serangan balasan datang. Kini giliran Hamas.
Kita tak akan menilai siapa yang salah dan siapa yang benar. Yang jelas, tragedi tersebut menyisakan luka yang tak sedikit. Dan ini sudah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Orang-orang tewas, gedung-gedung runtuh, api berkobar di mana-mana, langit menghitam.
Perkara itu yang melandasi tindakan Asi Burak, Eric Brown, dan beberapa mahasiswa lain pada 2007. Kala itu, mereka menghabiskan waktu setahun lebih guna mengembangkan PeaceMaker, sebuah game yang coba mensimulasikan konflik dan kekerasan yang terjadi di Jalur Gaza, Palestina.
Tujuan mereka satu: Menciptakan game yang mampu memicu perdamaian di antara pihak yang terlibat. Atau, setidaknya membuat orang-orang untuk tak saling membenci. Itulah kenapa, PeaceMaker berfokus pada upaya menyelesaikan konflik lewat solusi kedua negara.
Game ini juga jadi respons Burak dan Brown atas begitu banyaknya game bertema peperangan. Burak mengatakan, meski bertujuan sosial, mereka tetap memikirkan perkara komersil. “Kami memiliki tantangan untuk membuat game bertema perdamaian menjadi menarik,” kata Burak.
Hadir untuk Android dan PC, PeaceMaker coba menjalinkan cuplikan berita soal insiden yang sedang terjadi ke dalam game. Menurut Burak, ini mereka lakukan agar para pemain merasa terhubung secara langsung dengan dunia nyata, khususnya insiden terkait.
Kamu bisa memilih dua peran, yakni sebagai Perdana Menteri Israel atau sebagai Presiden Palestina. Di sini tugasmu adalah memilih keputusan terbaik agar kekerasan bisa terhindarkan. Kamu akan melakukan diskusi, menghubungi komunitas internasional, dan beberapa pihak lain.
Upaya menciptakan perdamaian lewat video game bukan hal baru. Ada A Force More Powerful, yang coba mengajakmu memerangi penguasa yang korup tanpa kekerasan sama sekali. 1979 Revolution: Black Friday, juga melakukan hal serupa meski membawa tema kerusuhan.
Bahkan, seorang developer asal Sudan bernama Lual Mayen mendirikan studio yang secara khusus mengembangkan game-game tentang perdamaian. Salah satunya Salaam (perdamaian dalam bahasa Arab), sebuah game yang rilis pertama kali di The Game Awards 2019.
UNESCO juga memiliki beberapa game yang memiliki tujuan sama. Ada World Rescue dan Food Force. Dua game ini mereka kembangkan karena beranggapan bahwa video game dapat menjadi sarana efektif untuk menanamkan pendidikan keadilan sosial.
Anggapan tersebut sama sekali tak salah. Menurut Paul Darvasi dari Royal St. George’s College Toronto, jika dilakukan dengan tepat, game-game seperti itu bisa membawa dampak yang lebih efektif dalam upaya memicu munculnya empati ketimbang sarana hiburan lain.
Kenapa? Sebab kamu akan selalu terlibat pada setiap keputusan dalam game. Kamu tak hanya bakal menyaksikan dan mendengar apa yang ada di sana, tetapi juga hadir sebagai partisipan.
Itu yang membedakan video game dengan film, buku, bahkan seni opera. Martin Suryajaya menyebutnya sebagai Gesamtkunstwerk, suatu karya seni total. Sifat inilah yang membuat game memiliki potensi untuk menumbuhkan pemahaman yang lebih baik bagi orang-orang yang memainkannya.
“Hal yang menarik tentang video game adalah Anda membuat keputusan saat Anda bermain, dan kemudian Anda juga harus menghadapi konsekuensi dari semua keputusan tersebut,” kata Darvasi, dilansir CBA.
David Rejeski, kepala Serious Games Initiative di Woodrow Wilson International Center for Scholars, juga mengatakan hal yang kurang lebih sama. Menurut dia, game-game seperti PeaceMaker dapat membantumu memahami situasi sulit sekaligus memikirkan cara untuk menyelesaikannya.
Urgensi game bertema perdamaian
Evan Narcisse, jurnalis Kotaku, pernah mengulas game This War of Mine. Ini game yang mengangkat kisah pengepungan Sarajevo pada 1996 dalam perang Bosnia. Sebagai pemain, kamu akan memerankan warga sipil yang mesti mencari makan dan bertahan hidup di tengah reruntuhan kota.
Setelah memainkannya, tak ada hal lain yang Narcisse rasakan kecuali empatinya yang tersentuh hingga tingkat paling dalam. Barangkali ia sudah mengetahui insiden Sarajevo sejak lama, tetapi baru ketika menjajal This War of Mine ia memahami betapa pedihnya insiden itu.
“Saya terkejut betapa cepatnya empati saya terkikis karena sebuah game, yang membuat saya lebih memahami situasinya di kehidupan nyata. Ini game yang bisa mengubah cara Anda mlihat berita, memperlakukan orang lain, atau memberikan suara dalam pemilihan umum,” tulis Narcisse.
Jika Narcisse bisa merasakan hal demikian, barangkali studio-studio ternama mesti mulai mempertimbangkan untuk sering menggarap game serupa.
***
Beli voucher Steam Wallet, ya di itemku! Udah hemat, gampang, cepat pula. Langsung cus aja!
Untuk press release, iklan, dan kerja sama lainnya dapat mengirim email ke [email protected].